LAPORAN STUDI
Rekonstruksi material pembangunan benteng nusantara (studi kasus benteng keraton buton dan benteng indrapatra)
Benteng Keraton Buton termasuk benteng tradisional, dimana dalam kontruksinya tentu menggunakan pengetahuan dan teknologi tradisional berdasarkan tradisi masyarakat setempat kala itu. Beberapa pendapat terkait jenis material batuan dan komposisi bahan perekatpun menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut agar dapat dibuktikan secara ilmiah. Di samping itu material dan konstruksi pembangunan benteng Keraton Buton dan benteng Indrapatra dapat mewakili beberapa benteng nusantara di Indonesia, terkait dengan tradisi dan teknologi pembuatanya tersebut. Oleh karena, Balai Konservasi Borobudur pada tahun 2021 melaksanakan kajian dengan judul "Rekonstruksi Material Pembangunan Benteng Nusantara (Studi Kasus Benteng Keraton Buton dan Benteng Indrapatra)". Adapun tujuan kajian ini untuk mengetahui jenis batuan penyusun struktur benteng, komposisi mineral spesi/mortar, metode pembuatan spesi/mortar tradisional dan sifat fisik dan mekanik spesi/mortar tiruan Benteng Indrapatra dan Keraton Buton.
Metode penelitian dalam kajian ini adalah survai dan eksprimen. Eksperimen didasarkan pada hasil analisis laboratorium komposisi mortar asli dan baru dari Benteng Keraton Buton dan Benteng Indrapata.
Berdasarkan hasil survai dan analisis laboratorium diketahui bahwa Jenis batuan penyusun Benteng Keraton Buton berupa batu gamping non klastik, klastik dan kristalin, sedangkan jenis batuan penyusun Benteng Indrapatra berupa batu gamping klastik, batu gamping non klastik, batu andesit dan koral/terumbu. Perbandingan binder dan agregat mortar asli Benteng Indrapatra dan Keraton Buton bervariasi, mulai dari 1:1, 1:2, 1:3, 1: 4 dan 2.3. Adapun Jenis mortar asli baik dari Benteng Indrapatra maupun Keraton Buton merupakan mortar kapur yang sangat didominasi oleh kehadiran kalsium karbonat (CaCO3) dengan persentasi kehadiran di atas 84%. Salah satu proses yang menentukan keberhasilan dalam proses pembuatan mortar kapur adalah proses pembakaran batu gamping, dan proses perendaman kapur tohor. Proses pembakaran batu gamping secara tradisional (tanpa tungku) menyebabkan tercampurnya kapur dengan flay ash dari abu kayu bakar.
Saran berdasarkan hasil tersebut sebaiknya mortar kapur diterapkan untuk perbaikan dalam rangka menjaga dan memelihara bahan cagar budaya, namun untuk kegiatan yang bersifat perkuatan struktur diperlukan bahan aditif untuk mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan kekuatan mortar.
LS0864 | LS 930.1 REK r | Perpustakaan Balai Konservasi Borobudur | Available |
LS0865 | LS 930.1 REK r | Perpustakaan Balai Konservasi Borobudur | Available |
LS0874 | LS/930.1/REK/r | Perpustakaan Balai Konservasi Borobudur | Available |
No other version available